WELCOME TO THE BLOGGER WORLD OF CAMERAMEN

Selamat Datang... Blog ini adalah penjelasan untuk pemula menjadi fotografer

SEJARAH FOTOGRAFI DI INDONESIA



Kassian Cephas


Kassian Cephas (lahir di kesultanan yogyakarta hadiningrat, 15 februari 1844 sampai meninggal di yogyakarta, 16 november 1912 pada umur 68 tahun) dapat dianggap sebagai pelopor fotografi indonesia.

Ia seorang pribumi yang kemudian diangkat anak oleh pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft. Nama Kassian Cephas mulai terlacak dengan fotografi tertuanya buatan tahun 1875. Cephas lahir dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juda yang mengatakan bahwa ia anak angkat dari pasangan orang belanda yang bernama Frederik Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak - kanaknya di rumah Christina Petronella Steven. Chepas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore Van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di jawa tengah sekitar tahun 1863 - 1875. Tapi berita kematian cephas pada tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.

Publikasi luas foto - foto cephas di mulai pada tahun 1888 ketika ia membantu membuat foto - foto untuk  buku karya Isaac Groneman, seorang dokter yang banyak membuat buku - buku tentang budaya jawa, yang berjudul: in de kedaton te jogjakarta. Pada karya buku Groneman yang lain: de garebeg’s te ngajogjakarta, karya - karya foto cephas ada disana. 

Cephas belajar fotografi pertama kalinya kepada seorang fotografer dan pelukis yang bernama Isodore Van Kisbergen di jawa tengah pada kurun waktu 1863 - 1875. Selain kisbergen, cephas juga sempat berguru kepada Simon Willem Camerik, seorang peukis dan fotografer yang kerap mendapatkan tugas memotret kraton yogyakarta dari sultan hamangkubuwono VII. Pada tahun 1870 ketika camerik meninggalkan yogyakarta, cephas diberi amanat oleh sultan hamangkubuwono VII sebagai fotografer dan pelukis resmi kraton yogyakarta. Dari hasil karyanya tersebut,bisa dibilang bahwa cephas telah memotret banyak hal tentang kehidupan didalam kraton, mulai dari foto sultan hamangkubuwono VII dan keluarganya, bangunan - bangunan sekitar keraton, upacara gerebeg di alun - alun, iringan - iringan benda untuk keperluan upacara, tarian - tarian, hingga pemandangan kota yogyakarta dan sekitarnya.  Tidak itu saja, bahkan cephas diketahui banyak memotret candi dan  bangunan bersejarah lainnya, terutama yang ada di sekitar yogyakarta.

Berkaitan dengan kegiatan cephas memotret kalangan bangsawan keraton, ada cerita yang cukup menarik, bahwa zaman dulu dari sekian banyak penduduk jawa, waktu itu hanya segelintir rakyat yang bisa atau pernah melihat wajah rajanya.Tapi dengan foto - foto yang dibuat cephas, maka wajah - wajah raja dan bangsawan dapat di kenali oleh rakyatnya.


Masa Keemasan

Karya foto pertama cephas menggambarkan objek candi borobudur yang dibuat pada tahun 1872. Cephas memiliki sebuah studio foto di daerah loji kecil yang sekarang letaknya berada di jalan mayor suryotomo yang sekarang dekat sungai code di jawa tengah. Cephas pun memiliki seorang asisten foto yang bernama Damoen. Nama cephas semakin bersinar ketika Isaac Groneman yaitu seorang dokter resmi sultan asal belanda memujinya di sebuah arttikel yang ia tulis untuk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen (Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia) pada tahun1884.

Kemudian cephas bergabung dengan sebuah perkumpulan yang didirikan oleh isaac groneman dan J.W. Ijzerman mendirikan Vereeniging voor Oudheid, land, taal-en, volskenkunde te yogjakarta (union for archeologhy, geography, language and etnography of yogyyakarta) pada tahun 1885 (yang selanjutnya disebut vereeniging ). Karir cephas pun semakin meningkat ketika ia bergabung dengan perkumpulan tersebut. 

Terbukti ketika foto cephas masuk kedalam dua buah buku yang dibuat oleh isaac in den kedaton te jogjakarta dan de garebeg’s te ngayogyakarta dan diterbitkan oleh penerbit komersil brill di kota leiden pada tahun 1888. In den kedaton berisi tulisan dan gambar collotypes tari tradisonal jawa. Sedangkan de garebeg’s berisi tulisan dan gambar upacara garebeg. Semua gambar foto collotype dibaut cephas atas ijin dari sultan hamangkubuwono VII.Kompilasi karya cephas pun kemudian dijadikan souvenir bagi kaum elit eropa yang akan pulang ke negaranya serta kaum pejabat baru belanda yang baru bertugas di kota yogyakarta. 

Pada saat cephas berumur 60 tahun, beliau mulai pensiun dari bisnis fotografi yang digelutinya, dimana Sem putra Cephas lah yang meneruskan karirinya di dunia fotografi. Tanggal 16 november 1912 menjadi hari yang bersejarah, kassian cephas meninggal dunia setelah menderita sakit yang berkepanjangan. Cephas dimakamkan di sasanalaya yang terletak antara pasar beringharjo dan liji kecil. 

Begitulah sekelumit episode singkat tentang kassian cephas, seorang pahlawan fotografi indonesia yang menjadi legenda, yang ironisnya kadang dilupakan oleh sebagian individu yang menyebut dirinya fotografer indonesia. 

Walau bagaimanapun nama kassian cephas harus tetap terus tercatat di dalam lembaran sejarah fotografi  indonesia., seorang tokoh yang banyak menghadirkan jejak karyanya seiring dengan sejarah perkembangan zaman bangsa indonesia. Agar menjadi bagi kita sebuah kisah yang terus menyulut api semangat dan menanamkan pohon inspirasi tidak hanya bagi pewarta cahaya tetapi bagi sebuah bangsa yang merdeka. 


Kisah Kamera Tua Bersejarah di Indonesia

Bahasan ini mengisahkan tentang kisah sebuah kamera tua bernama Contessa Nettel Derulo Tropical15 yang mendampingi kisah hidup sebuah keluarga dengan Ayah yang bernama Isman dan Anak-nya yang bernama Koen Soelistijo.

Contessa Nettel Derulo Tropical sendiri merupakan kamera buatan The Contessa-Nettel AG Stuttgart16 yang merupakan hasil penggabungan proyek dari Contessa Camerawerk dan Nettel Camerawerk.

Kisah ini dimulai saat Isman, ayah Koen, meninggal dunia pada tahun 1975. Beliau (Isman) mewariskan sebuah kamera bermerek Tropen Deckrullo (Derulo tropical). Sebelumnya, Beliau membeli kamera tersebut pada tanggal 10 Februari Tahun 1921 saat masih menjadi siswa Kweekschool Djetis, Yogyakarta, yang saat itu adalah sekolah calon guru. 475 gulden (sekitar 1,1 Juta) merupakan harga yang sangat mahal pada saat itu Beliau (Isman) keluarkan. Kamera warisan itu ternyata menyimpan berbagai “arsip” yang sangat berharga, bahkan tidak terbayar dengan harta. Arsip itu berupa 20 negatif foto tua yang masih baik keadaannya, dimana dalam kumpulan negatif foto tua tersebut terdapat berbagai hasil pengabadian berbagai momen dan juga objek yang bersejarah, seperti foto upacara Tedak Siti (Upacara Turun Tanah) yang dilakukan Koentjiati (Kakak Koen Soelistijo), pada tahun 1930-an. Selain itu, ada juga foto mobil (saat foto keluarga tahun 1920-an) di Madiun yang membuktikan bahwa plat nomor mobil di Madiun tersebut memang sudah AE sejak dulu.

Kamera Tropen itu memang sudah menjadi barang langka karena baik barang maupun nama merek nya pun sudah nyaris tidak terdengar lagi.

Kisah tersebut diatas memang tidak secara langsung menceritakan kamera Tropen tersebut, tetapi tersirat dalam kisah perjalanan hidup suatu anggota keluarga, yang jika kita menghayatinya maka akan sangat terasa bagaimana kamera tua itu “hidup” dari mulai kemunculannya hingga kepunahannya


Share:

Blogroll

Kenapa buka blog ini? Kepo sama dunia kameramen yaa.... kata makna sinatria "Kamera instan itu soal kreativitas dan seni. Nggak ada salah atau benar, jadi potret apa aja yang kamu mau"

Popular Posts

Labels

Cari Blog Ini